Hukum Sholat Dhuha Berjamaah

Dari Mujahid, beliau mengatakan: “Saya dan Urwan bin Zubair masuk masjid, sementara Abdullah bin Umar radhiallahu ‘anhu duduk menghadap ke arah kamarnya Aisyah. Kemudian kami duduk mendekat beliau. Tiba-tiba ada banyak orang melaksanakan shalat dhuha (dimasjid). Kami bertanya: “Wahai Abu Abdirrahman, shalat apa ini?” Beliau (ibn Umar) menjawab: “Bid’ah..!” (HR. Ahmad 6126, kata Syaikh Al Arnauth: Sanadnya shahih sesuai dengan persyaratan Bukhari dan Muslim).

Al Qodhi Iyadh, An Nawawi dan beberapa ulama lainnya mengatakan: “Ibn Umar mengingkari mereka karena perbuatan mereka yang terus-menerus mengerjakannya, kemudian mereka lakukan shalat itu dimasjid, dan dengan berjamaah. Bukan karena hukum asal shalat tersebut menyelisihi sunah (perbuatan bid’ah). Hal ini dikuatkan dengan riwayat Ibn Abi Syaibah (7777) dari Ibn Mas’ud, bahwasanya beliau (Ibn Mas’ud) melihat beberapa orang shalat dhuha, kemudian beliau mengingkarinya, sambil mengatakan:

Siapa bilang ritual rabu wekasan haram!!!

Rebo Wekasan atau Rabu Pamungkas di bulan Safar kalender Hijriah seringkali diperingati dengan berbagai ritual keagamaan.

Rebo Wekasan atau Arba Mustakmir biasa diperingati malam Rabu dan pada bulan ini jatuh pada Selasa (6/11/2018) malam ini.

Di Indonesia, ritual salat Rebo Wekasan bukan hal baru.

Rebo Wekasan banyak dibahas mulai dari sejarah, ritual-ritual atau musibah-musibah yang diasumsikan pada hari tersebut, termasuk yang sering ramai diperbincangkan adalah ritual salat Rebo wekasan.

Menurut fiqih, pada dasarnya tidak ada penjelasan yang menganjurkan salat Rebo Wekasan.

Oleh karenanya, bila salat Rebo Wekasan diniati secara khusus, misalnya “aku niat salat Shafar”, “aku niat salat Rebo wekasan”, maka tidak sah dan haram. Hal ini sesuai dengan prinsip kaidah fiqih: