Permasalahan Seputar Nifas



Dalam kitab Sittiina Su’alan ‘an Ahkamil Haidh Fish-Shalat was Shaum wal Hajj wal I’timar, Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin menjawab pertanyaan seputar nifas dan lainnya.

Berikut sebagian nukilannya:

1. "Apakah wajib bagi wanita nifas untuk puasa dan shalat apabila ia suci sebelum waktu 40 hari?

Beliau menjawab:
“Ya, wajib baginya shalat dan puasa. Ketika seorang wanita yang nifas suci sebelum 40 hari, wajib baginya melakukan ibadah puasa apabila bertepatan pada bulan Ramadhan sebagaimana wajib baginya shalat 5 waktu. Dan boleh bagi suaminya untuk menggaulinya karena ia telah suci. Tidak ada yang mencegahnya dari puasa, dari kewajiban shalat, dan kebolehan jima’ (bersetubuh).”

2. “Apakah wanita yang nifas harus menunggu 40 hari, tidak boleh shalat dan puasa? Atau yang jadi patokan adalah berhentinya darah dari kemaluan si wanita, yang dengan begitu bila darah telah berhenti berarti ia telah suci dan boleh mengerjakan shalat? Berapa minimalnya nifas seorang wanita?”

Beliau menjawab:
“Tidak ada penetapan waktu tertentu dalam hal ini. Yang jadi patokan adalah ada tidaknya darah. Bila darah masih terlihat keluar dari kemaluan, berarti si wanita tidak boleh shalat, puasa dan juma’ dengan suaminya. Bila ia melihat dirinya telah suci meskipun belum lewat waktu 40 hari, dan walaupun masih 10 hari berlalu, atau 15 hari maka ia harus menunaikan shalat bila telah masuk waktunya, berpuasa dan boleh bagi suaminya untuk jima’ dengannya.

Perkara ini jelas tidak ada masalah di dalamnya.
Yang penting diketahui bahwanya nifas itu merupakan perkara yang bias diraba/dirasa, hukumnya berkaitan dengan ada tidaknya darah. Bila darah terlihat berarti dihukumi nifas. Namun apabila darah itu keluar lebih dari 60 hari berarti si wanita ditimpa istihadhah, maka ia hanya meninggalkan shalat diwaktu yang bersesuaian dengan kebiasaan haidhnya, kemudian ia mandi serta shalat apabila telah masuk waktunya.”

3. Wanita yang sedang haidh atau nifas apakah dibolehkan untuk makan dan minum di siang hari Ramadhan?

Beliau menjawab:
“Ya, keduanya boleh makan dan minum pada siang hari Ramadhan. Namun lebih baik bila hal itu dilakukan dengan sembunyi-sembunyi, tidak dihadapan anak kecil apabila dirumahnya ada anak kecil. Karena perbuatan makan minum di siang hari Ramadhan akan membuat heran si anak dan menjadi tanda tanya baginya.”

4. Apabila wanita hamil melihat darah keluar dari kemaluannya sehari atau dua hari sebelum melahirkan, apakah ia harus meninggalkan shalat dan puasa?

Beliau menjawab:
“Apabila wanita hamil melihat darah keluar dari kemaluannya sehari atau dua hari sebelum melahirkan disertai rasa sakit akan melahirkan, maka terhitung nifas yang berarti ia harus meninggalkan shalat dan puasa. Namun bila darah tersebut keluar tanpa disertai rasa sakit berarti teranggap darah fasad (penyakit), dan keluarnya darah seperti ini tidak menggugurkan kewajiban shalat dan puasanya.”

5. Apabila wanita nifas telah suci sebelum lewat 40 hari, apakah sah ibadah haji yang dilakukannya? Dan apabila ia belum melihat dirinya suci apa yang harus dia perbuat sementara dia telah berniat haji?

Beliau menjawab:
“Wanita nifas yang telah suci sebelum 40 hari ia harus mandi, shalat, dan mengerjakan seluruh apa yang dibolehkan wanita suci dalam pelaksanaan ibadah haji termasuk tawaf, karena tidak ada batasan minimal selesainya nifas.

Adapun bila ia belum suci sementara telah berniat haji maka ibadah haji yang dilakukannya (dalam keadaan nifas) tetap sah. Namun ia tidak boleh tawaf di Baitullah sampai suci, Karena nabi melarang wanita untuk tawaf di Baitullah, sementara nifas sama dengan haidh dalam hal ini.”


Sumber: Majalah Sakinah edisi III

Tidak ada komentar:

Posting Komentar